Banyuwangi – Bahasa Osing (Basa Using) adalah salah satu warisan budaya tak benda yang masih lestari di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Bahasa ini merupakan turunan dari bahasa Jawa Kuno yang telah bercampur dengan unsur bahasa Bali dan Madura, menjadikannya berbeda secara signifikan dari bahasa Jawa standar, baik dalam kosakata maupun pelafalan.
Sejarah dan Asal-usul
Bahasa Osing berkembang di Banyuwangi, wilayah yang secara historis merupakan bagian dari kerajaan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di Jawa yang bertahan hingga abad ke-18. Posisi geografis dan sejarah panjang perlawanan Blambangan terhadap ekspansi Mataram membuat masyarakat Osing mempertahankan identitas budaya dan bahasa mereka, yang tetap terpisah dari pengaruh bahasa Jawa standar yang berkembang di wilayah lain.
Bahasa ini memiliki jejak kuat dari bahasa Jawa Kuno, yang masih terlihat dalam beberapa kosakata dasar yang tidak ditemukan dalam bahasa Jawa modern. Selain itu, pengaruh Bali dan Madura hadir karena interaksi historis masyarakat Osing dengan kedua budaya tersebut, terutama dalam aspek fonologi dan tata bahasa.
Perbedaan dengan Bahasa Jawa Standar
Bahasa Osing memiliki beberapa perbedaan mencolok dibandingkan dengan bahasa Jawa standar yang digunakan di Yogyakarta dan Surakarta. Berikut beberapa contohnya:
- Kosakata Unik
- Dalam bahasa Osing, “saya” disebut “isun”, sedangkan dalam bahasa Jawa standar disebut “aku” atau “kula”.
- Kata “tidak” dalam bahasa Osing adalah “sing”, sementara dalam bahasa Jawa standar lebih umum menggunakan “ora”.
- Kata “sudah” dalam bahasa Osing disebut “wes”, berbeda dengan bahasa Jawa standar yang menggunakan “wis”.
- Pelafalan Berbeda
- Bahasa Osing cenderung lebih terbuka dalam pelafalan vokal dibandingkan dengan bahasa Jawa standar yang sering mengalami penyusutan bunyi.
- Beberapa konsonan dalam bahasa Osing diucapkan lebih tegas, mirip dengan pengaruh bahasa Madura.
- Tidak Mengenal Tingkatan Bahasa
- Salah satu perbedaan mencolok adalah bahasa Osing tidak mengenal tingkatan bahasa seperti ngoko, madya, dan krama yang umum dalam bahasa Jawa standar. Masyarakat Osing berbicara dalam satu tingkatan bahasa yang digunakan dalam berbagai situasi, baik dalam percakapan sehari-hari maupun dengan orang yang lebih tua.
Kelestarian dan Tantangan
Meskipun masih banyak digunakan di Banyuwangi, terutama di daerah pedesaan, bahasa Osing menghadapi tantangan dari arus modernisasi dan penggunaan bahasa Indonesia yang lebih dominan. Generasi muda di perkotaan cenderung lebih jarang menggunakan bahasa Osing dalam komunikasi sehari-hari, yang dapat mengancam keberlangsungannya.
Sebagai langkah pelestarian, pemerintah daerah Banyuwangi telah mengupayakan berbagai program, seperti:
- Penggunaan bahasa Osing dalam muatan lokal di sekolah.
- Penerbitan buku dan kamus bahasa Osing.
- Penggunaan bahasa Osing dalam pertunjukan seni dan budaya lokal.
- Festival budaya Osing untuk memperkenalkan bahasa dan tradisi kepada generasi muda.
Kesimpulan
Bahasa Osing adalah salah satu kekayaan linguistik Indonesia yang mencerminkan identitas unik masyarakat Banyuwangi. Sebagai turunan bahasa Jawa Kuno dengan pengaruh Bali dan Madura, bahasa ini memiliki karakteristik yang membedakannya dari bahasa Jawa standar. Meski menghadapi tantangan dari globalisasi, upaya pelestarian terus dilakukan agar bahasa Osing tetap hidup dan berkembang di tengah masyarakat modern.