Mediaku.co.id | BANYUWANGI — Pemerintah Kabupaten Banyuwangi terus menunjukkan komitmennya dalam melestarikan seni tradisional daerah. Salah satu langkah nyata dilakukan melalui penyelenggaraan Festival Sulur Kembang, yang digelar selama tiga hari, Kamis hingga Sabtu (17–19 April 2025) di Gelanggang Seni dan Budaya (Gesibu) Blambangan.
Ajang ini diikuti oleh 197 grup tari dari jenjang Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Menengah Pertama se-Banyuwangi. Mereka menampilkan beragam tari tradisional khas daerah di hadapan para juri dan penonton yang memadati lokasi acara.
Wakil Bupati Banyuwangi, Mujiono, menyatakan bahwa festival ini bukan hanya menjadi ajang unjuk bakat, tetapi juga sebagai bentuk investasi budaya dan upaya regenerasi seniman tradisional.
“Melalui Festival Sulur Kembang, kami memberi ruang bagi generasi muda untuk berekspresi, mengeksplorasi, dan mentransformasikan seni tradisi. Ini bagian dari ikhtiar kami agar warisan budaya tetap hidup dan berkembang di tangan generasi penerus,” ujar Mujiono saat menghadiri malam puncak festival.
Ia juga menambahkan bahwa pemerintah daerah rutin menggelar event budaya seperti Banyuwangi Ethno Carnival dan Gandrung Sewu sebagai wujud nyata pelestarian seni tari daerah yang melibatkan ribuan generasi muda.
Komitmen tersebut semakin diperkuat dengan kehadiran Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta yang akan membuka kampus di Banyuwangi mulai tahun 2025.
“Keberadaan ISI Surakarta akan memperkuat pendidikan seni dan budaya lokal. Dua program studi yang dibuka, yakni etnomusikologi dan tari, akan mengangkat muatan kesenian khas Banyuwangi dalam kurikulumnya,” jelas Mujiono.
Ketua Panitia Festival Sulur Kembang, Sabar Harianto, menjelaskan bahwa festival ini mempertandingkan delapan tarian tradisional karya Sanggar Langlang Buana, di antaranya Tari Buk-buk Cung, Semut Angkrang, Alumpang, Sapu Kerek, Rampak Celeng, Jaranan Buto, Sabuk Mangir, dan Sri Ganyong.
“Antusiasme peserta sangat tinggi. Ini menunjukkan bahwa kecintaan terhadap seni tradisi Banyuwangi terus tumbuh di kalangan generasi muda. Harapan kami, kesenian ini terus lestari dan berkembang,” ujar Sabar, yang juga pendiri Sanggar Langlang Buana.
Sebagai penutup, dua tarian baru turut dipentaskan, yakni Tari Gandrung Condro Dewi dan Tari Sayu Wiwit Jogopati, menandai bahwa seni tradisional Banyuwangi terus berinovasi dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. (Wir)